UPN VETERAN YOGYAKARTA PEDULI ISU CYBER SECURITY DALAM INDUSTRI 4.0

  • Kamis 31 Maret 2022 , 11:12
  • Oleh : Dewi
  • 1993
  • 4 Menit membaca
UPN VETERAN Yogyakarta

Sleman – Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) Defensia dibawah Laboratorium Pertahanan dan Keamanan Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta menyelenggarakan acara webinar nasional pada Rabu (30/03/2022). Acara dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom Meeting dengan mengangkat tema “Dilemma Cyber Security Dalam Industri 4.0”.

 

Sebagai pembuka, Ketua Panitia Rossi Indrakorniawan memberikan sambutan sekaligus menjelaskan makna dari tema acara ini. “Webinar ini bertujuan untuk lebih memberikan pemahaman tentang cyber security dimana kita ketahui bersama bahwa cyber sekarang menjadi alat penting untuk pertahanan dan keamanan negara. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi yang keberadaannya banyak memainkan peran penting dalam keberadaan suatu negara,” papar Rossi. Pembicara yang dihadirkan bernama Obrina Candra Briliyant, MT, CISA, selaku Ketua Jurusan Keamanan Siber Politeknik Siber dan Sandi Negara, Kombes Pol Roberto Pasaribu selaku Direktur Reskrimus Polda D.I. Yogyakarta, ,dan Septian Rheno Widianto, M.Eng., M.Kom, selaku Dosen Universitas Bina Sarana Informatika, IT Security Researcher & Cyber Security Instructor.

Dalam sesi pertama, Obrina memaparkan materi mengenai perlindungan data terhadap kejahatan siber. “Teknologi itu sudah semakin maju, tetapi seperti dua sisi koin. Setiap perkembangan baru pasti memiliki ancaman resiko celah keamanan yang bisa di eksploitasi oleh hacker,” jelasnya. Pada tahun 2021, terdapat beberapa jenis ancaman siber yang banyak terjadi di antaranya adalah social engineering, advanced persistent threat dan ransomware. Obrina kemudian memaparkan bahwa keamanan siber merupakan bagian dari keamanan informasi karena keamanan siber berbicara mengenai aset, data, dan informasi dalam bentuk elektronik.

Sebagai masyarakat Obrina menghimbau agar kita senantiasa waspada dan hati-hati akan bahaya malware yang semakin masif, seperti contohnya adanya email phishing yaitu tindakan penipuan dengan tujuan memperoleh informasi pribadi pengguna internet. Pada akhir pemaparannya, Obrina menyampaikan pesan khusus. “Untuk mentackle isu kejahatan siber, maka diperlukan multi stakeholder mulai dari instansi pemerintah, akademisi, perusahaan dan komunitas keahlian profesi,” ujarnya.

Pada sesi selanjutnya, Roberto menyampaikan materi mengenai perspektif peran Penyidik Polri terhadap perkembangan teknologi di Era 4.0 menuju Era 5.0.  “Perkembangan teknologi digital di Indonesia sangat berkembang pesat. Perkembangan budaya yang ada saat ini diiringi juga dengan pertumbuhan kejahatan sehingga dikenal dari kejahatan konvensional menjadi kejahatan siber / tindak pidana siber,” paparnya. Terdapat beberapa jenis kejahatan siber yang banyak terjadi di Indonesia, di antaranya adalah email phishing, malicious software (malware), Distributed Denial of Service (DDoS), hacking, spamming, dan pencurian identitas.

Dalam pemaparannya, Roberto menjelaskan  sarana kejahatan siber meliputi kejahatan komputer (Computer Crime) yaitu komputer yang menyerang komputer lain seperti serangan malware, dan kejahatan terkait sarana komputer (Computer Related Crime), yaitu kejahatan konvensional yang menggunakan sarana komputer baik melalui sistem komputer maupun aplikasi seperti contoh penipuan online. Perlu diketahui bahwa komputer yang dimaksud adalah sistem yang memiliki komponen-komponen di dalamnya, baik bersifat hardware maupun bersifat software. Komputer ini kemudian yang dipakai menjadi sarana atau alat sehingga menjadi objek maupun subjek.

Untuk menjelaskan mengenai edukasi mayarakat mengenai bahaya kejahatan siber Septian menyampaikan beberapa hal. “Terdapat gap yang terlalu jauh mengenai pemahaman teknologi, masyarakat butuh edukasi agar tidak gagap I.T. Saya mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang mengadakan literasi digital untuk membuka wawasan masyarakat agar tidak gagap teknologi,” paparnya. Septian juga menyampaikan bahwa kerahasiaan data itu penting, sehingga seseorang harus memastikan bahwa data pribadi tidak boleh di sharing kepada siapapun itu. Setiap institusi seperti misalnya Universitas juga perlu memastikan bahwa mahasiswa mengakses data itu aman, dan rajin melakukan pengujian pada sistem.

Sebagai penutup dalam sesi tanya jawab, salah seorang peserta bernama Ikhsan Maulana bertanya mengenai apakah undang-undang seperti UU ITE atau cyber law lain yang berlaku di Indonesia sudah mampu mengatasi permasalahan kejahatan siber di Indonesia. Roberto kemudian menjawab pertanyaan tersebut. “Tentunya perlu pembaharuan hukum, tetapi pembaharuan hukum ini harus mengacu pada bagaimana pembuat undang-undang itu sendiri. Pemerintah saat ini tengah menggodok RUU tindak pidana siber, yang mengacu pada proses termasuk konten dan orang-orang yang terafiliasi di dalam kejahatan siber. RUU ini masih dalam proses meminta pendapat ahli hukum, termasuk mengadakan seminar, Forum Group Discussion dan lainnya,” tutup Roberto.